Stress On Work


Stres adalah suatu akibat dari tekanan emosional, rangsangan-rangsangan atau suasana yang merusak keadaan fisiologis seorang individu. Ada dua jenis stres yaitu stres yang baik (tekanan positif) dan tekanan yang merusak (tekanan negatif). Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja pegawai. Stres yang merusak atau negatif akan merusak dan mengakibatkan trauma hingga penurunan kinerja karyawan yang sangat drastis (Panji Anorogo, 1993).

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai akibatnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu prestasi kerja mereka (Harry Levinson, 1985).

Menurut Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig (2002), stres diartikan sebagai respons penyesuaian diri yang diantarai oleh ciri-ciri individual dan/atau proses psikologis, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau kejadian dari luar yang menimbulkan tuntutan fisik khusus dan/atau tuntutan psikologis khusus terhadap seseorang.

Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran. Mereka sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif. Prestasi kerja karyawan yang mengalami stres pada umumnya akan menurun karena mereka mengalami ketegangan pikiran dan berperilaku aneh, pemarah dan suka menyendiri (Malayu, 2006).

Menurut Baker dkk (1987), stres yang dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.

Menurut Phillip L. Rice seperti dikutip Jacinta F. Rini, seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika :
  • Urusan stres yang dialami juga melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stres kerja.nMengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut.
Menurut John Arden (2002:xii) terdapat tiga gejala umum pada individu yang mengalami stres kerja yaitu :
  1. Gejala fisik, meliputi sakit kepala, bahu tegang, diare, insomnia, kelelahan, gangguan pencernaan, napas pendek, dan lain-lain.
  2. Gejala psikologis, meliputi pesimisme, mudah lupa, kebosanan, ketidaktegasan, ketidaksabaran, depresi, apati, merasa tidak berdaya, kecemasan, dan lain-lain.
  3. Gejala perilaku, meliputi keresahan, mudah marah, isolasi sosial, agresivitas, kecurigaan, mudah bingung, pekerjaan yang buruk, mangkir kerja, dan lain-lain.
Seseorang yang stres bisa juga menunjukkan sikap apatis atau bosan dalam bekerja. Pekerja tidak akan peduli dengan pekerjaannya. Ini biasanya terjadi pada pekerja yang telah bekerja dengan baik tetapi tidak pernah mendapatkan upah yang setimpal, apakah itu dalam bentuk pujian lisan ataupun tertulis ataupun perangsang lain dari ketua organisasinya (Panji Anorogo, 2003).

Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:
  1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
  2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
  3. Menurunkan tingkat produktivitas.
  4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
  5. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
  6. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Stres dapat membantu atau merusak prestasi kerja, tergantung seberapa besar tingkat stres. Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja. Jika stres mencapai titik stabil yang kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan dan pada titik ini stres tambahan akan cenderung tidak menghasilkan perbaikan prestasi kerja.

Selanjutnya bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stres mengganngu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu mengambil keputusan, dan perilakunya menjadi tidak menentu. Akibat yang paling ekstrim adalah prestasi kerja menjadi nol, karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar atau menolak bekerja untuk menghindari stres.

Hubungan stres-prestasi kerja bisa diumpamakan seperti snar (tali) sebuah biola. Bila tegangan terlalu kecil atau terlalu besar pada snar, snar itu tidak menghasilkan alunan musik yang serasi. Seperti snar biola, demikian juga karyawan, bila tegangan pada seorang karyawan tinggi atau rendah, prestasi kerjanya akan cenderung memburuk (Harry Levinson, 1985).
Previous
Next Post »