Proses Pelatihan dan Pengembangan ( Training and Development Process)

Pelatihan dan pengembangan merupakan bagian dari pengembangan sumber daya manusia, yang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas, kuliatas, dan pelayananan. Proses pelatihan dan pengembangan melibatkan beberapa tahapan, yaitu perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Konsep mengenai pelatihan dan pengembangan dapat digambarkan seperti di bawah ini:


Gambar 2.1 Konsep Pelatihan dan Pengembangan

(Sumber: Mathis & Jackson, 2006)

a. Perencanaan

Perencanaan sangat penting dalam menjalankan kegiatan pelatihan dan pengembangan. Kegiatan penting dalam perencanaan dan pengembangan SDM adalah menganalisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Analisis kebutuhan tersebut dinamakan Training Need Assessment (TNA). Training Needs Assessment (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan adalah kegiatan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan pada tingkat karyawan, departemen, atau organisasi untuk membantu organisasi bekerja efektif. TNA berupaya mengidentifikasi gap antara kinerja yang diperlukan dan kinerja saat ini. Gap yang ditemukan ditelusuri sebab akibatnya dan dicari cara  untuk menutupinya. TNA bertujuan untuk memastikan bahwa pelatihan merupakan jalan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Tujuan TNA disesuaikan dengan tujuan organisasi dan disampaikan dengan cara efektif dan efisien.

TNA dilakukan sebelum melaksanakan pelatihan dan merupakan bagian terpadu dalam merancang pelatihan untuk memperoleh gambaran komprehensif tentang materi, alokasi waktu tiap materi, dan strategi pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam penyelenggaraan pelatihan agar pelatihan bermanfaat bagi peserta pelatihan. Dari analisis ini akan diketahui pelatihan apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga di masa yang akan datang.  Organisasi  tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja tanpa menganalisis dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai. Penilaian kebutuhan merupakan road map untuk mencapai tujuan organsasi.

Penilaian kebutuhan mencakupi kegiatan: (1) memonitor kinerja saat ini dengan menggunakan teknik seperti observasi, wawancara, dan kuesioner, (2) mengantisipasi kekurangan atau masalah di masa datang, dan (3) mengidentifikasi jenis dan tingkat pelatihan yang diperlukan dan menganalisis cara terbaik untuk menyediakannya. Panilaian kebutuhan membantu organisasi untuk memastikan bahwa pelatihan memang diperlukan. Kebutuhan dapat diketahui dengan melakukan analisis pada tiga sumber atau tingkat, yaitu seluruh bagian organisasi (organization-wide sources), analisis tugas (task analysis sources), dan karyawan perorangan (individual employee sources).

1) Analisis Organisasi

Analisis organisasi berfokus pada misi, tujuan, dan rencana strategis perusahaan, bersama dengan hasil perencanaan strategis manajemen sumber daya manusia. Bagian penting dalam perencanaan strategis SDM perusahaan adalah pengidentifikasian pengetahuan (knowlegde), keterampilan (skill), dan kemampuan (ability) yang diperlukan. Selain itu, kekuatan internal dan eksternal organisasi juga perlu diperhatikan.

Sumber penting untuk analisis ini adalah ukuran-ukuran operasional kinerja organisasi. Sumber informasi khusus dan ukuran operasional untuk analisis tingkat organisasi ini adalah: keluhan, catatan kecelakaan, observasi, exit inteview, keluhan dari pelanggan, tampilan penggunaan peralatan, pengamatan panitia pelatihan, dan data kendali mutu.

2) Analisis Tugas

Fokus analisis tugas adalah tugas-tugas yang diperlukan untuk meraih tujuan perusahaan. Untuk melakukan analisis perlu diketahui syarat pekerjaan, gambaran pekerjaan, dan spesifikasi pekerjaan. Gambaran pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan menyediakan informasi tentang kinerja yang diharapkan dan keterampilan yang diperlukan karyawan untuk melakukan pekerjaan. Kebutuhan pelatihan dapat diketahui dengan membandingkan syarat pekerjaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan si karyawan.

3) Analisis Individu

Analisis individu berfokus pada bagaimana karyawan melakukan pekerjaannya. Analisis ini berusaha mengidentifikasi sasaran, indikator keberhasilan, jenis pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan dalam metode pelatihan. 

Pendekatan yang paling banyak digunakan adalah penggunaan data penilaian kinerja (performance appraisal data). Penilaian dilakukan dengan menentukan kekurangan pada kinerja karyawan dalam bentuk tinjauan formal. Sistem informasi SDM yang bagus juga dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi karyawan yang memerlukan pelatihan pada area tertentu.

Cara lain untuk menilai kebutuhan adalah dengan menanyakan karyawan manajerial dan non manajerial tentang pelatihan yang mereka perlukan. Hasilnya menjadi informasi bagi manajer tentang masalah karyawan dan tindakan yang direkomendasikan. Selain itu, analisis dapat dilakukan dengan mengadakan survei kebutuhan pelatihan. Tujuan survei ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang yang dianggap masalah oleh individu yang terlibat survei. Survei itu dalam bentuk kuesioner atau wawancara dengan pengawas dan karyawan per individu atau per kelompok. Sumber yang berguna untuk analisis karyawan antara lain ialah kuesioner, tes keterampilan, survei sikap, catatan kejadian kritis, data dari pusat penilaian, dan hasil bermain peran (role-playing results).

Pelatihan dan pengembangan harus memiliki tujuan yang jelas dan ringkas dan harus dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Semua data yang terkumpul digunakan untuk menyusun gap analysis yang mengidentifikasi jarak antara posisi organisasi dan kapabilitas karyawannya dan posisi yang seharusnya. Tujuan dan prioritas pelatihan dibuat untuk menutup celah itu.

Pelatihan yang berhasil harus diukur berdasarkan tujuannya. Tujuan itu dapat diukur. Tujuan merupakan pengecekan terhadap internalisasi, atau apakah karyawan tersebut benar-benar belajar. Tujuan pelatihan dapat ditetapkan dalam hal apa pun dengan menggunakan empat dimensi berikut:

1) Jumlah pekerjaan (quantity of work) yang didapat dari pelatihan (mis, jumlah kata per menit yang diketikkan atau aplikasi yang diproses per hari)

2) Kualitas pekerjaan (quality of work) setelah pelatihan 

3) Ketepatan waktu pekerjaan (timeliness of work) setelah pelatihan (mis, jadwal terpenuhi atau laporan anggaran diserahkan tepat waktu)

4) Penghematan biaya (cost savings) sebagai hasil dari pelatihan (misalnya penyimpangan anggaran, pengeluaran untuk penjualan, atau biaya penghentian)

Kebutuhan pelatihan perlu diprioritaskan karena biaya pelatihan jarang yang tidak terbatas dan kebutuhan akan bermacam-macam pelatihan. Idealnya kebutuhan pelatihan diperingkatkan kepentingannya berdasarkan tujuan organisasi. Pelatihan yang paling dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan organisasi lebih diutamakan.

b. Pelaksanaan

Dalam memilih dan menentukan metode suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan William B. Werther (1989 : 290) sebagai berikut : that is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and  capabilities.

Artinya tidak ada satu metode pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi pelatihan yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preferensi peserta serta kemampuan dan preferensi trainer Berikut ini beberapa petunjuk yang dapat digunakan ketika memilih dan menentukan metode pelatihan, antara lain:

1) Tujuan pelatihan

Tujuan pelatihan bisa berhubungan dengan peningkatan kesadaran, pemahaman, penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan perubahan sikap.

2) Pengalaman yang dimiliki peserta yang berhubungan dengan topik pelatihan

Jika mereka memiliki pengalaman, maka trainer harus mempertimbangkannya, dan memberi mereka kesempatan untuk mengingat dan berbagi. Kita bisa menggunakan studi kasus, permainan peran, simulasi, curah pendapat dll. sebagai cara untuk berbagi pengalaman.

3) Profil peserta

Profil peserta seperti umur, latar belakang pendidikan dan kondisi sosial peserta pelatihan, dan riwayat peserta pelatihan pernah mengikuti program pelatihan sebelumnya.

4) Pengalaman trainer

Kita harus mengetahui kekuatan dan kelemahan trainer. Sebagai seorang trainer, harus merasa nyaman dalam menggunakan metode pelatihan.

5) Situasi praktisnya

Trainer harus memeriksa, ketersediaan waktu, bahan-bahan, sumber daya, fasilitas, dan tempat pelatihan.

Selain itu juga ada beberapa hal yang harus diperhatikan menyangkut pemilihan metode yang akan digunakan dalam pelatihan. Hal itu terkait bagaimana daya serap dan respon peserta pelatihan pada saat mengikuti pelatihan. Menurut teori, daya serap umum dari orang terhadap suatu materi yang sedang dipelajari tergantung dari sensor-sensor yang digunakan untuk menerima materi tersebut. Seseorang akan menyerap materi pelatihan sebanyak:

1) 20% bila hanya menggunakan rangsangan audio, yang dimaksud rangsangan audio adalah bila hanya mendengarkan untuk belajar. Contoh paling persis adalah bila menggunakan sarana audio book untuk belajar. Metode ceramah satu arah, tanpa ilustrasi dan tanpa diskusi juga dapat disebut dengan pembelajaran hanya dengan audio

2) 30% bila hanya menggunakan rangsangan visual, yang dimaksud dengan rangsangan visual adalah menggunakan mata untuk melihat suatu objek nyata yang terkait dengan materi pelatihan. Contoh, bila seorang mendemonstrasikan cara mengoperasikan mesin, berarti dia membuat rangsangan visul terhadap peserta pelatihan. Membaca tidak bisa dimasukkan sebagai penggunaan rangsangan visual sebenarnya karena yang dilihat adalah teks, bukan benda nyata. Seorang yang sedang membaca harus melakukan proses 'visualisasi' untuk dapat mengingat apa yang dibacanya. Daya serapnya tergantung dari seberapa mampu dia memvisualisasikan teks (seolah-olah melihat), yang pasti lebih rendah dibanding bila dia melihat langsung

3) 50% bila menggunakan rangsangan audio visual

4) 70% bila menggunakan rangsangan audio visual ditambah keterlibatan aktif (misalnya dengan diskusi)

5) 90% bila menggunakan rangsangan audio visual, diskusi ditambah dengan  reproduksi dan gerakan/efek kinesteti.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa makin banyak sensor yang digunakan untuk menyerap materi, makin besar daya serap yang bisa diharapkan. Juga, makin besar keterlibatan peserta pelatihan, makin besar materi yang diserap peserta pelatihan. Pengetahuan ini berguna bagi kita untuk menentukan metode pelatihan yang tepat.

Walaupun demikian, penyelengara/ pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada. Adapun untuk metode-metode pelatihannya itu sendiri berikut penjelasan-penjelasannya akan dibahas pada bagian mekanisme pelatihan.

Teknik pelatihan yang digunakan tidak lepas dari metode pelatihan yang dipilih. Teknik yang dimaksud disini adalah cara bagaimana meteri tersampaikan kepada peserta pelatihan dan bagaimana para trainer menyampaikan materi tersebut.

Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan sebelum menentukan teknik pelatihan yang akan dipakai, yaitu:

1) Ketertarikan dasar manusia

Merupakan sebuah dasar representasi manusia dalam menirima informasi, yaitu:

a) Visual, mampu menerima informasi berdasarkan     hal hal yang dapat dilihat

b) Auditory, mampu menerima informasi berdasarkan hal hal yang dapat didengar

c) Kinesthetic, mampu menerima informasi berdasarkan hal-hal yang dapat dirasakan.

Representasi manusia tidak sama dan berbeda-beda dalam sebuah pelatihan, agar dapat menjangkau setiap representasi para peserta, maka penyampaian materi harus menggunakan teknik yang dapat mencapai ketiga representasi tersebut. Dengan demikian setiap peserta pelatihan akan dapat menerima informasi yang disampaikan tanpa harus repot untuk mencari tahu satu persatu representasi masing masing peserta.

Selain itu, dalam proses penyampaian materi perlu diperhatikan beberapa hal terkait kondisi peserta. Berikut beberapa teknik yang dapat digunakan saat melakukan penyampaian materi guna penyesuaian dengan kondisi peserta:

a) Pacing-leading

Pacing adalah penyelarasan, dimana trainer mampu menyelarskan diri dengan kondisi peserta. Pacing di sini berfungsi selain sebagai penyelaras, juga meningkatkan sensitifitas trainer dalam memberikan sebuah pelatihan.

Leading adalah sebuah teknik yang dilakukan setelah mengadakan pacing/penyelarasan, dimana berfungsi untuk mengajak peserta, atau mempengaruhi pemikiran peserta sehingga mampu melaksanakan tujuan pelatihan dengan baik.

b) Ice breaking

Ice Breaking bertujuan memecahkan kebosanan atau "kekeringan" sebuah pelatihan. Ice breaking bisa dilakukan dengan sebuah games, humor, atau diskusi yang mengajak setiap peserta secara aktif kembali memasuki suasana pelatihan.

Ada banyak macam teknik, namun pada hakikatnya teknik pelatihan merupakan cara jitu para trainer atau penyelenggara pelatihan dalam mengoptimalkan proses tranformasi pengetahuan maupun keterampilan kepada peserta pelatihan. Tentunya dengan berbagai pertimbangan dan perencanaan yang sudah dilakukan pada tahap sebelumnya. Untuk selanjutnya mengenai teknik pelatihan akan dijabarkan pada langkah selanjutnya yaitu pada bagian mekanisme pelatihan.

c. Evaluasi

Hamblin (1970) mendefinisikan evaluasi sebagai “any attempt to obtain information (feedback) on the effect of training programme to assess the value of training in the light of that information for improving further training” (Evaluasi adalah upaya untuk memperoleh umpan balik tentang efek dari program pelatihan dan upaya untuk menentukan nilai dari pelatihan setelah mempertimbangkan informasi tersebut untuk perbaikan pelatihan di masa akan datang)”. Lebih jauh Raab et al (1987) mendefinisikan evaluasi pelatihan sebagai “proses sistematis pengumpulan informasi untuk dan tentang kegiatan pelatihan yang selanjutnya dapat digunakan untuk memandu pengambilan keputusan dan untuk menilai relevansi efektivitas berbagai komponen pelatihan.”

Proses evaluasi merupakan bagian intergral dari seluruh proses pelatihan dan pengembangan. Hal-hal yang perlu dievaluasi ditentukan dulu sebelum pelaksanaan pelatihan. Evaluasi penting karena beberapa faktor berikut.

1) Cost benefit returns dari investasi untuk pelatihan

2) Memungkinkan perbaikan dalam analisa kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Evaluasi pelatihan membantu organisasi untuk mengevaluasi penilaian kebutuhan pelatihan.

3) Tindakan untuk melakukan perbaikan mandiri. Evaluasi membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelatihan

4) Umpan balik terhadap kinerja pelatih (trainer). Evaluasi juga dilakukan sebagai umpan balik atas kinerja pelatih karena pelatih yang tidak efektif mungkin tidak dapat menghasilkan perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta seperti yang diinginkan

5) Umpan balik tarhadap kinerja peserta (trainee). Tujuan utama pelatihan adalah menghasilkan perubahan yang nyata pada pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta sehingga pengaruhnya terlihat di tempat kerja.

Mondy dan Martocchio (2016) menyatakan kerangka kerja tradisional untuk evaluasi pelatihan. Kerangka itu didasarkan pada empat kriteria, yakni reaction, learning, behavior, dan organizational results. Malthis lebih memandang kriteria itu sebagai tingkatan. Artinya, keempat kriteria itu (mulai dari reaksi seterusnya sampai hasil) menunjukkan tingkat kesulitan pengukuran dan besar nilainya pelatihan bagi organisasi. Evaluasi pada empat tingkat tersebut diciptakan oleh Donald L. Kirkpatrick (1959). Penjelasannya ialah sebagai berikut: 

1) Reaksi (Reaction)

Kriteria pertama untuk mengevaluasi pelatihan adalah reaksi peserta pelatihan.  Reaksi peserta menunjukkan sejauhmana peserta menyukai pelatihan dilihat dari kebermanfaatan dan kualitas penyelenggaraan pelatihan. Reaksi diukur setelah pelatihan selesai dengan menggunakan alat survei. Pertanyaan survei bisa spesifik atau umum (mis, “sejauhmana Anda puas dengan penyajian materi strategi keterampilan penjualan?” versus “Berapa puas Anda dengan program pelatihan?”. Informasi dari survei dapat membantu perancang pelatihan menentukan masalah potensial pelatihan dan alasan mengenai kekurangan pelatihan.

Evaluasi dengan cara menanyai pendapat peserta bisa menyediakan tanggapan dan saran untuk perbaikan, terutama tingkat kepuasan pelanggan (peserta). Namun, pendekatan ini tidak dapat selalu diandalkan karena hasilnya bisa bias jika pelatihan diadakan ditempat yang sangat nyaman dan mewah dengan kegiatan yang menyenangkan. Meskipun demikian, pendekatan ini murah dan cepat untuk mendapatkan umpan balik.

2) Pembelajaran (Learning) 

Kriteria pembelajaran melihat sejauhmana prinsip, fakta, dan dipahami dan tersimpan dalam memori karyawan. Pengukurannya dilakukan setelah selesai pelatihan (kadang-kadang selama pelatihan) dengan menggunakan tes yang sesuai (mis, kecepatan mengetik). Seperti reaksi, kriteria ini penting reaksi positif dan pembelajaran peserta diharapkan mengarah kepada cara-cara menilai pelatihan yang lebih berkaitan dengan pekerjaan dan lebih konkrit. Tes diadakan untuk menentukan apa yang sudah peserta pelajari. Prosedurnya menggunakan desain kelompok konrol pre test-post test. Pada prosedur ini dua kelompok menjalani tes sebelum dan sesudah pelatihan. Kelompok percobaan mendapat  pelatihan, sedangkan kelompok kontrol tidak. Setiap kelompok mendapatkan peserta pelatihan yang dipilih secara acak. Perbedaan hasil pre dan post test antara kedua kelompok dikaitkan dengan pelatihan yang diberikan. Masalah potensial pada cara ini adalah pengendalian variabel lain selain pelatihan yang dapat mempengaruhi hasil evaluasi.

3) Perilaku (Behavior) 

Kriteria ketiga adalah perubahan perilaku, yakni perubahan terkait perilaku dan kinerja yang dapat dikaitkan dengan pekerjaan. Secara spesifik kriteria ini menilai transfer pelatihan, artinya sejauhmana seorang karyawan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya ke tempat ia bekerja, di samping menjaga kecakapan atau pengetahuan yang dipelajari dalam pelatihan. 

Evaluasinya bisa menggunakan tes. Tes mungkin menunjukkan apa yang peserta pelajari secara akurat, tetapi sedikit memberi pemahaman tentang apakah pelatihan itu membuat peserta menjadi berubah perilakunya. 

4) Hasil untuk Organisasi (Organizational Results)

Kriteria hasil (results) menunjukkan sejauhmana hasil nyata (tangible outcome) yang dapat dikaitkan dengan pekerjaan dapat dicapai oleh organisasi. Hasil organisasi maksudnya adalah hasil (outcome) seperti produktivitas yang meningkat, biaya yang menurun, dan kualitas produk dan layanan yang lebih tinggi. Hasil dalam konteks pelatihan mengindikasikan apakah (seberapa baik atau buruk) organisasi telah meraih keuntungan kompetitif (competitive advantage)nya. Begitu pula, penilaian hasil dari waktu ke waktu dapat memberitahukan apakah (dan seberapa baik atau buruk) keuntungan kompetitif telah dicapai. Kesulitan dalam mengukur hasil ini adalah apakah training yang sebenarnya menjadi penyebab perubahan pada hasil.

Daftar Pustaka

Mathis, R. L. & Jackson, J. H., 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Mondy, R. W. & Martocchio, J. J., 2016. Human Resource Management. 4nd ed. London: Pearson Education.


Previous
Next Post »