1. Definisi
Infeksi Nosokomial (Inos)
Infeksi
adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala
selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda
infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah
terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan
gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi
yang terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit atau infeksi yang
disebabkan oleh kuman yang didapat selama berada di rumah sakit. Infeksi
nosokomial dapat juga diderita oleh petugas dari tempat-tempat fasilitas
kesehatan. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita
maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut
dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien
lainnya.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan setelah penderita
dirawat di rumah sakit baik tumbuh pada saat dirawat di rumah sakit juga pada
penderita yang pulang dari rumah sakit. Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan kematian.
Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan iatrogenik terutama yang
mengalami tindakan-tindakan instrumenisasi ataupun intervensi pada saat dirawat
di rumah sakit, misalnya pemasangan kateter, infus, tindakan-tindakan operatif
lainnya. Infeksi Oportunistik terjadi
pada penderita yang mengalami immunocompromised yang dirawat di rumah sakit,
infeksi bisa berasal dari luar dan dari dalam penderita sendiri yang (Autochthous Infection) yang disebabkan
oleh karena kerusakan barier mukosa.
Infeksi nosokomial transmisi berasal dari
dokter, perawat dan pelayan medik yang lain bisa berasal dari tangan yang tidak
steril, infeksi dari makanan, minuman atau ventilasi, kateter dan alat
endoscopi ataupun tindakan invasif yang lain.
Masalah
infeksi nosokomial lebih mendapat perhatian dengan pertimbangan bahwa infeksi
ini lebih sulit dicegah dan lebih mengancam, lebih sulit diprediksikan dan
pengobatan lebih resisten daripada penyakit-penyakit infeksi dimasyarakat
(Norton, 1986).
2. Batasan infeksi nosokomial
Menurut Central Disease of
Control (CDC), infeksi didapatkan di rumah sakit apabila :
a. Pada waktu penderita masuk rumah sakit, tidak
ditemukan gejala klinis dari infeksi tersebut.
b. Pada waktu penderita dirawat di rumah
sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c. Tanda klinis infeksi tersebut timbul
sekurang-kurangnya sesudah 3 x 24 jam sejak masuk rumah sakit.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (kelanjutan) dari infeksi
sebelumnya.
e. Apabila pada saat mulai dirawat di rumah
sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut diperoleh
penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu serta
belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Perlu diingat
bahwa tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan,
harus dilihat masa inkubasi dari jenis infeksi tersebut. Bagi penderita yang
telah keluar dari rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru dapat
digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat
dibuktikan berasal dari rumah sakit.
3. Macam penyakit yang disebabkan oleh
infeksi nosokomial
a. Infeksi saluran kemih
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini merupakan kejadian
tersering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan
dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat
menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Organisme yang bisa
menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau
Enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena
mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu
yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen. Sangat sulit untuk dapat
mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan
permukaan dari kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu
pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung
tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan
balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan
aseptik.
b. Phlebitis
Phlebitis
adalah gangguan sistem pernapasan yang disebabkan adanya gangguan primer pada
paru atau gangguan lainnya, sehingga sistem pernapasan tidak dapat memenuhi
kenutuhan metabolisme tubuh. Gejala klinis: kesadaran menurun (agitasi),
peningkatan frekuensi napas, retraksi, interkostal, supraklavikular dan
retraksi epigastrium, takipneu, peranapasan paradoks, sianosis, takikardi.
c. Decubitus
Ulkus
Decubitus adalah matinya jaringan sel (nekrosis) pada suatu daerah kulit yang
disebabkan oleh karena berkurangnya aliran darah, karena tekanan yang lama atau
terus menerus. Tanda-tanda klinis menurut klasifikasi: Grade I (luka terbatas
pada lapisan superficial, epidermis dan dermis, tampak kemerahan, bulla, edema
dermis dan berlangsung proses ischemi), Grade II (luka semakin dalam sampai
jaringan lemak dan sudah terjadi proses nekrosis), Grade III (luka bertambah
dalam lagi sampai lapisan otot), Grade IV (luka sampai menembus tulang).
Pencegahannya: menghindar tekanan yang terus menerus pada suatu bagian tubuh
tertentu, kulit harus tetap dijaga agar tetap sehat bersih dan kering, memijit
pelan-pelan daerah kulit yang sering tertekan.
4. Cara Penularan
Infeksi Nosokomial
Sumber
kuman penyebab infeksi nosokomial dapat berasal dari endogen atau eksogen.
Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara :
a. Infeksi sendiri : yaitu infeksi nosokomial
berasal dari penderita sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau
bagian tubuh lain.
b. Infeksi silang : yaitu infeksi nosokomial
terjadi akibat penularan dari penderita/orang lain di rumah sakit.
c. Infeksi lingkungan : yaitu infeksi yang
disebabkan kuman yang didapat dari bahan/benda di lingkungan rumah sakit.
Kontak
penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Kontak penularan yang langsung terjadi bila penyebab
infeksi langsung ditularkan ke penderita atau petugas rumah sakit yang sebelumnya
tidak menderita infeksi tersebut. Kontak penularan yang tidak langsung dapat
terjadi melalui benda, alat diagnostik, pengobatan, makanan, minuman.
5. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan
dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk:
a. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui
tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada
kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan
seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya
pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama.
Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal
yang perlu diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau
menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan
bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan.
b. Instrumen yang sering digunakan Rumah
Sakit
Lebih dari 50% suntikan yang
dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau
keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting
(misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui
jarum suntik maka diperlukan:
1. Pengurangan penyuntikan yang kurang
diperlukan
2. Pergunakan jarum steril
3. Penggunaan alat suntik yang disposabel.
Masker, sebagai pelindung
terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang
menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar
dari kamar penderita. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika
menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu
diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang
kotor, sarung tangan harus segera diganti. Baju khusus juga harus dipakai untuk
melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk
mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
c. Mencegah penularan dari lingkungan rumah
sakit
Pembersihan yang rutin sangat
penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih
dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari
kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur
untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara
yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang
rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar
dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun
suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya
untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah
sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.Toilet
rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih
dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan
antar pasien.
d. Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain
ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik
yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi
di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh
orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi
secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh
tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika (Simonsen,1999)
Roeshadi, Djoko: Epidemiologi Infeksi Nosokomial
Simposium dan Latihan Pengendalian Infeksi Nosokomial 2-4 Desember 1997 hal
16-21.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 2001.
Depkes RI DIRJEN PPM dan PLP,
Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Di Indonesia, Depkes RI, 1990.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Manajemen
Hyperkes dan Keselamatan Kerja, PMPK, Volume 08 / no 02.
ConversionConversion EmoticonEmoticon